KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN YANG EFEKTIF
Kepemimpinan
yang efektif memiliki peran yang menentukan terhadap kelangsungan hidup sebuah
organisasi. Para sarjana memberikan penjelasan yang beragam tentang
kepemimpinan yang efektif. Namun, terdapat prinsip pokok yang disepakati
tentang kepemimpinan yang efektif yaitu sikap pemimpin yang mampu mempengaruhi
orang lain (stafnya) untuk bekerja lebih keras dalam mengemban tugas dan
tanggung jawab, sertya merubah prilaku anggota orgaisas sesuai dengan tujuan
organisasi. kepemimpinan yang efektif dilihat dari hasil (output) yang
diperoleh dari kegiatan sebua organisasi. Kriteria yang dijadikan ukuran
penilaian kepemimpinan yang efektif adalah hasil kerjasama dan prestasi
kelompok yang di pimpin. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya bias
mempengaruhi bawahannya, tetapi bisa juga menajamin bahwa para stafnya bekerja
dengan seluruh kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.
Syahrizal
(2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan yang efektif dapat diidentifikasikan
dengan sejumlah kemampuan pemimpin untuk melakukan koordinasi, pemecahana
konflik, membangun komunikasi, memotivasi dan menggerakkan karyawan untuk
meningkatkan produktifitasnya, pembinaan staf dan perwujudan kesejahteraan
anggota organisasi. kemampuan ini merupakan modal bagi seorang pemimpin, dalam
mewujudkan tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang efektif akan mewujudkan
kemampuannya secara simultan dan berkesinambungan dalam menjalankan roda
organisasi.
1. Kemampuan Melakukan
Koordinasi
Kemampuan
pemimpin menggunakan sumber daya secara maksimal dan menciptakan system kerja
optimal, akan menentukan tinggi rendahnya aktivitas dan produktivitas karyawan.
Peran pemimpin sangat strategis dalam peningkatan produktivitas, yaitu dengan
mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan
fungsi-fungsi manajemen, menciptakan system kerja dan pembagian kerja,
menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat, serta menciptakan
kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
Aktivitas untuk
mewujudan sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, seringkali
menghadapi berbagai kesulitan. Segala penghalang dan rintangan harus diatasi,
dan kemajuan yang telah dicapai harus dipertahankan. Oleh karena itu, para staf
atau karyawan harus dirangsang dan didorong oleh pemimpinnya agar melaksanakan
pekerjaan mereka sebaik mungkin. Merekalah yang bila ditinjau dari
segi organisasi merupakan unsur penting yang bertugas melaksanakan
kegiatan-kegiatan operasional organisasi. sedangkan kelompok lain berupa
kelompok pemimpin, tugasnya bukanlah melakukan kegiatan-kegiatan operasional,
melainkan melakukan kegiatan-kegiatan penunjang dalam organisasi. meskipun
demikian, para kelompok pemimpinlah yang bertugas menjaga agar organisasi dapat
berjalan dengan lancar. Kelompok yang terkahir ini pula yang bertanggung jawab
menciptakan mekanisme kerja sama yang harmonis antar sesama anggota organisasi.
Pengelompokan
karyawan dalam organisasi bukanlah berarti menonjolkan peran kelompok yang satu
dan mengecilkan arti kelompok yang lain, melainkan agar terciptanya pembagian
tugas yang akan mempermudah pencapaian tujuan organisasi. untuk itu, perlu
dijaga hubungan antara pimpinan dengan staf, yang mana hubungan tersebut akan
sangat berpengaruh terhadap kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari. Pandangan
pemimpin terhadap keryawan, pelibatan karyawan dalam penentuan kebijakan
organisasi, pemenuhan hak-hak karyawan, dan penghargaan terhadap keryawan
merupakan sebagian faktor yang akan merangsang dan meningkatkan kinerja
karyawan.
Pemimpin dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya,
dan tidak meremehkan atau melebihkan pekerjaan pimpinan pada unit atau bagian
yang lain. Untuk menghindari hal itu perlu adanya koordinasi antar lini dan
antar pimpinan. Tujuan dari koordinasi adalah untuk melakukan singkronisasi
pekerjaan dari tiap-tiap unit kerja. Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan
dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam pencapaian tujuan
bersama. Dengan kata lain, koordinasi merupakan proses yang mengatur pembagian
kerja antar individu atau antar kelompok dalam suatu organisasi. Melalui
koordinasi, kegiatan organisasi dapat dijalankan secara efektif dan efisien.
Syahrizal
(2008), Langkah yang dilakukan untuk menjamin suatu rencana dan tindakan
terkoordinasi dengan baik adalah:
1.
Melakukan
rapat sebagai langkah awal untuk mengadakan integritas pekerjaan dari setiap
karyawan.
2.
Mengumpulkan
laporan atas pelaksanaan kebijakan pimpinan yang telah digariskan .
3.
Melakukan
kunjungan untuk melihat secara langsung dan memberikan petunjuk-petunjuk secara
langsung pula dengan pedoman yang telah digariskan.
4.
Memelihara
hbungan dalam berbagai bentuk demi meningkatkan keserasian kerja.
2. Kemampuan Penyelesaian
Konflik
Secara
sederhana, konflik dimaknai dengan perbedaan atau pertentangan antara seseorang
dengan orang lain atau antara kelompok dengan kelompok atau antara kelompok
dengan seseorang. Konflik dapat saja terjadi dalam suatu kelompok atau dalam
suatu organisasi yang memiliki tujuan yang sama. Konflik dalam organisasi
sering terjadi, dimana salah satu pihak atau pihak kedua merasa dirugikan atau
tidak dihargai. Konflik dalam organisasi membawa pengaruh terhadap pencapaian
tujuan organisasi., baik bersifat positif maupun negatif. Sebagai contoh, dalam
suatu perusahaan persaingan sehat dapat menimbulkan efek positif dan negatif,
tetapi bila persaingan tersebut sudah melampaui batas, maka akan menyebabkan
persaingan yang tidak sehat, yang mana dapat menimbulkan efek negatif. Efek
positif dapat meningkatkan produktivitas organisasi, sedangkan efek negatif
dapat merusak kinerja organisasi.
Dengan
mengetahui, kedua dampak tersebut di atas, maka seorang pemimpin dapat mencegah
kemungkinan timbulnya konflik yang merugikan suatu organisasi atau perusahaan.
Suatu konflik dapat terjadi, karena masing-masing pihak atau salah satu pihak
merasa dirugikan. Kerugian ini bukan hanya bersifat material, tetapi juga dapat
bersifat non material. Untuk mencegah terjadinya konflik, seorang pemimpin
harus mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu konflik. Sebab-sebab tersebut
dapat berupa perbedaan pendapat, salah paham, salah satu pihak merasa dirugikan
atau munculnya perasaan yang terlalu sensitif.
Dalam penyelesaian
konflik dan upaya mengembalikan situasi kondusif suatu organisasi, maka
pemimpin harus membangun komunikasi yang baik antar karyawan.komunikasi ini
sangatlah dibutuhkan, karena tugas seorang pemimpin adalah mengatur kegiatan
staf secara langsung. Tanggung jawab pemimpin adalah membawa stafnya ketingkat
efektivitas kinerja yang maksimum dan bila komunikasi tidak terjalin dengan
baik dalam organisasi, maka harapan ini tidak akan terwujud. Seorang pemimpin
tidak perlu merasa malu untuk menegur anggota organisasinya terlebih dahulu dan
mereka akan merasa senang bila diajak berkomunikasi secara langsung
oleh pimpinan organisasi di mana mereka bekerja.
Dalam rangka
mendekati anggota organisasi melalui ini, maka yang perlu diperhatikan oleh
seorang pemimpin adalah mengamati keinginan karyawan, menunjukkan perhatian
atau keterlibatan pimpinan dalam suatu permasalahan yang dihadapi anggota
organisasi. Dengan pendekatan ini, pemimpin akan mendapatkan acuan bekerja
optimal dan pemimpin akan mendapatkan kepuasan serta keuntungan yang lebih
besar dalam hubungan organisasi.
3. Kemampuan Membangun
Komunikasi
Komunikasi yang
dibangun dalam suatu organisasi adalah komunikasi dialogis baik antar anggota
organisasi, antara atasan dengan bawahan maupun antar sesama lini dalam suatu
organisasi. komunikasi antara atasan dan bawahan dapat berbentuk penyampaian
informasi ataupun instruksi. Komunikasi yang dibangun dalam suatu organisasi
amat penting perannya, karena ketidaklancaran komunikasi akan sangat tidak menguntungkan
efisiensi kerja organisasi. akibat tidak efektifnya komunikasi akan banyak
membuang waktu yang tersita sia-sia, pemborosan kertas, perbaikan yang tidak
perlu karena informasi yang salah, kekeliruan bawahan dalam melaksanakan
perintah, atau kurangnya pengertian anggota organisasi terhadap instruksi yang
diberikan seorang pemimpin. Oleh sebab itu, pemimpin harus mempelajari,
memperhatikan, mencari cara, atau membangun system agar komunikasi dapat
berjalan dengan cara efektif dan efisien. Sering kali dijumpai para pimpinan
tidak segan-segan mengulang atau menerangkan maksudnya sejelas mungkin agar
tidak disalahtafsirkan oleh bawahannya.
Nawawi (1999),
dalam komunikasi efektif dan dialogis seorang pemimpin tidak selalu memimpin
percakapan, tanpa memberikan kesempatan kepada pihak lain. Pada waktu-waktu
tertentu seorang pemimpin juga dituntut mengorbankan kesempatan dirinya untuk
menjadi pendengar yang baik, dan dalam hal tertentu pula pemimpin hanya
mengungkapkan suatu infomasi sebagai pemancing saja, agar terjadinya komunikasi
yang baik. Bagi organisasi atau perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
pelayanan kepada nasabah atau masyarakat seperti bank, maka perlu diingat bahwa
komunikasi yang efektif menjadi amat penting dan menentukan keberlangsungan hidup
suatu perusahaan jasa.
Perlu juga
diperhatikan bagi seorang pemimpin, bahwa komunikasinya dengan anggota
organisasi merupakan pendorong bagi mereka dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Komunkasi yang tidak baik atau kurang jelas, mungkin amat sulit bagi seorang
pemimpin untuk mengetahui sejah mana kemampuan dan kinerja anggota organisasi
yang dipimpinnya. Demikian pula anggota organisasi, tidak dapat mengetahui apa
yang harus dikerjakannya dan untuk apa ia melakukan pekerjaan dalam suatu
oraganisasi. Akibat lain dari komunikasi tidak efektif, adalah turunnya minat
anggota organisasi terhadap pekerjaan, rendahnya moral kerja, rendahnya tingkat
produktivitas.
4. Kemampuan Memotivsai dan
Menggerakkan Staf
Setiap tindakan
manusia mempunyai motivasi dan tujuan, baik disadari, dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya. Demikian pula dengan pekerjaan dalam suatu organisasi
atau pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam suatu perusahaan, tentu tidak
terlepas dari motivasi dan tujuan. Motivasi dan tujuan organisasi
melakukan pekerjaannya dapat berupa : mengharapkan penghasilan/ gaji,
kepuasan pribadi atas hasil karyanya, peningkatan status dan promosi,
penghargaan dari karyawan sejawat, penghargaan dari atasan, pengormatan dari
keluarga dan lain lain. Anggota tidak hanya mengejar penghasilan
saja, tetapi juga mengharapkan bahwa dalam bekerja dia dapat diterima
(acceptable) dan dihargai oleh sesama anggota organisasi. Seorang anggota
organisasi akan lebih berbahagia, bila ia dapat menerima atau membantu anggota
organisasi lain yang membutuhkan bantuannya dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Syahrizal
(2008) Motivasi berarti dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan
kegiatannya baik dalam organisasi maupun di luar organisasi. Dalam
konteks ini, motivasi adalah kemauan kerja anggota organisasi yang timbul,
karena adanya dorongan dari dalam pribadi mereka. Motivasi lahir sebagai
hasil integrasi keseluruhan kebutuhan pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan
pengaruh lingkungan sosial. Kekuatan motivasi sangat tergantung pada
proses pengintegrasian kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian
motivasi kerja merupakan gejala kejiwaan yang bersifat dinamis, majemuk dan
spesifik untuk masing-masing anggota organisasi. Oleh karenanya, seorang
pemimpin harus peka terhadap gejala kejiwaan dan faktor psikis anggota
organisasi. Hal ini amat penting bagi pemimpin dalam memberikan motivasi
yang positif kepada anggota organisasinya.
Keberadaan
manusia dalam organisasi memegang peranan sentral, karena pada manusialah
terletak motivasi kerja dan produktivitas kerja suatu organisasi. Oleh
karenanya, setiap pemimpin tidak hanya memikirkan peningkatan skill karyawan
melalui program pendidikan dan pelatihan, melalui konsep “how to increase
income” dari suatu organisasi. pemimpin juga harus memikirkan “how to
increase mental”, yaitu bagaimana meningkatkan mentalitas, dedikasi dan
kesadaran anggota organisasi terhadap kewajiban dan tanggung jawabnya. Dedikasi
dan loyalitas anggota organisasi perlu ditumbuhkan, sehingga mereka mempunyai
sesuatu suatu perasaan atau dalam istilah studi organisasi dikenal dengan
“sense of belonging” yaitu, perasaan atau kesadaran memiliki. Kesadaran
memiliki dapat dibangun oleh seorang pemimpin dengan mengadakan pertemuan
persuasif dan pengarahan secara berkala terhadap anggota organisasi mengenai
keadaan organisasi, kebijakan yang telah di tempuh, dan masalah-masalah
yang dihadapi oleh organisasi. Bila hal ini dikemukakan secara trasnparan
oleh seorang pemimpin, maka anggota organisasi akan berusaha menyumbangkan
seluruh tenaga dan pikirannya untuk tujuan organisasi.
Perhatian
pemimpin kepada anggota organisasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan
dalam pencapaian tujuan dari suatu organisasi. Demikian pula dalam suatu
perusahaan, seorang pemimpin harus mempunyai suatu pendekatan kepada para
keryawannya, agar mereka bersedia bekerja dengan baik, Sehingga menunjang
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk
itu para pemimpin dituntut memiliki kemampuan memberikan dorongan atau motivasi
kepada karyawan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja organisasi. Pemimpin
yang memiliki kemampuan ini, akan mampu mempengaruhi anggota organisasi untuk
melaksanakan kewajiban dan tangung jawabnya dengan baik.
5. Kemampuan Membina Staf
Dalam
hal mengelola dan membina anggota organisasi baik pada instansi pemerintah
maupun swasta cenderung menganut pola paternalisme. Pemerintah merasa
berperan sebagai orang tua yang wajib melindungi dan mengayomi anggota
organisasi sebagi anak asuhnya. Pimpinan merasa bertanggung jawab atas
kesejahteraan pegawai atau karyawannya. oleh karena itu sangat logis, jika pada
taraf tertentu seorang pemimpin menuntut loyalitas yang tinggi dari anggota
organisasinya seperti lazim terjadi dalam hubungan antara orang tua dan anak. Praktik
demikian telah mendorong para pemimpin untuk memanfaatkan pola kepemimpinan
otoriter dalam menjalankan roda organiasi. Pola kepemimpinan yang demikian
tidak akan memberikan kesempatan bagi pengembangan karir anggota organisasi,
dan bahkan justru akan menghambat proses pengembangan dan pembinaan anggota
organisasi. Pengelolaan anggota organisasi secara otoriter akan memadamkan
kreativitas, inisiatif, semangat kerja, dan bahkan akan mempersulit proses
komunikasi dan hubungan kerja. Motivasi kerja anggota organisasi akan
hilang, dan sikap apatisme akan muncul dari kalangan anggota organisasi.
Untuk
mengatasi hal tersebut, banyak alternatif yang bisa dilakukan, namun belum
tentu dapat memberikan hasil yang memuaskan, karena terdapat perbedaan
karakteristik staf antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Selama
ini banyak pola pendidikan dan pembinaan anggota organisasi yang telah
diterapkan, namun sedikit sekali yang membawa dampak positif bagi kebutuhan dan
kepentingan organisasi.Dalam era teknologi, setiap organisasi dituntut
untuk segera mempersiapakan tenaga-tenaga handal dan profesional. Para
pemimpin dituntut berperan aktif dalam pembinaan anggota organisasinya, karena
organisasilah yang mengetahui secara detail, kualifikasi anggota
yang dibutuhkan.
Pembinaan anggota organisasi tidak cukup
hanya dilakukan dengan pengiriman pegawai mengikuti kursus, seminar, lokakarya
baik dalam maupun luar negeri. Pembinaan pada dasarnya lebih luas ruang
lingkup dan jangkauannya, bukan hanya beruupa program-program
pendidikan klasikal tetapi termasuk didalamnya program non klasikal. Pendidikan
informal, penempatan anggota sesuai dengan kapasitasnya, pengarahan dan
bimbingan pimpinan yang teratur dan jelas termasuk pembinaan anggota organisasi
yang sangat dibutuhkan. tingkah laku pimpinan organisasi merupakan teladan dan
contoh bagi anggota organisasi dalam menjalankan tugasnya. Namun, apa yang
kita temukan dalam kenyataan bukanlah demikian. Seringkali seorang
pemimpin berpendapat, lakukan apa yang saya katakan, dan bukan apa yang
saya lakukan. Hal seperti ini secara tidak langsung berpengaruh negatif
dalam pembinaan anggota organisasi.
Bimbingan langsung
dari pimpinan sangat menentukan kematangan sebuah pembinaan anggota organisasi,
karena bimbingan pimpinan menjadi panduan bagi anggota organisasi dalam
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Banyak hal yang bisa
dilakukan pimpinan dalam pembinaan anggota organisasi. Dalam proses
pendelegasian wewenang misalnya, wakil pimpinan secara nyata dapat membantu
pembinaan anggota organisasi. Agaknya hal-hal seperti ini kurang di sadari
oleh banyak pihak. Pendelegasian wewenang praktis jarang dilakukan secara
jelas. seorang anggota organisasi diwajibkan bertanggung jawab atas tugas-tugas
yang diberikan oleh pimpinan, namun dalam kenyataannya pimpinan tetap tidak
memberikan otoritas kongkrit kepada anggota organisasi. Pelimpahan
wewenang kerap kali dijumpai tidak diberikan sepenuhnya oleh pimpinan kepada
anggota organisasi. Hal ini malah mempersulit calon-calon
pemimpin untuk masa yang akan datang.
6. Kemampuan Membina Hubungan
Kerja
Langkah
pertama untuk menjalin hubungan kerja yang baik adalah seorang pemimpin harus
terlebih dahulu mengenal anggota organisasi dengan sebaik baiknya. Pengenalan
terhadap staf atau anggota organisasi dilakukan terhadap dimensi kehidupan,
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masayrakat. Seorang
pemimpin bisa saja mengenal pribadi stafnya melalui berbagai pendekatan. Pengenalan
terhadap kehidupan seseorang perlu dilakukan mengingat setiap anggota
organisasi pada dasarnya ingin dihargai dan dihormati baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penghargaan tersebut bisa dilihat dari adanya
keinginan untuk diajak berperan serta dalam lingkungan pekerjaan. Dengan
demikian, apabila seseoang dalam lingkungan kerjanya tidak diangggap sebagai
kawan, apalagi oleh atasannya dimana ia bekerja, maka hal ini akan menmbulkan
perasaan tidak nyaman dan lambat laun dapat menimbulkan frustasi. Kondisi
ini akan semakin memperburuk suasana kerja, bila keikutsertaan seseorang
dalam berbagai kegiatan tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat
dan pandangannya. Keberadaan seseorang anggota organisasi hanyalah sebagai
robot yang selalu di dikte oleh atasannya. Akibatnya, organisasi akan
mengalami kesulitan dalam mengembangkan dan membina hubungan yang baik antar
sesama anggota organisasi.
Bila
seorang pemimpin mengenal staf atau anggota organisasi dengan baik, serta
menyadari berbagai tingkah laku dan sikap yang dimiliki oleh anggota
organisasi, maka hal tersebut akan membantu pimpinan dalam melakuakan perubahan
komunikasi, sehingga akan terjalin komuniksai yang efektif antara seorang
pemimpin dengan anggota organisasi. Komunikasi yang efektif akan
menentukan keberhasilan hubungan kerja dalam suatu organisasi.
Dalam
memanajemen organisasi, seorang pemimpin harus memahamai bahwa hubungan kerja
dengan setaip anggota organisasi menuntuk pendekatan yang berbeda antara satu
sama lain. Mungkin saja pendekatan untuk berkomunikasi dengan si A
dianggap cukup baik, tetapi cara ini belum tentu dapat diterapkan untuk
berkomunikasi dengan anggota organisasi lainnya. Sebab setiap orang
memiliki kepribadian dan pola kebiasaaan yang berbeda satu sama lain. seorang
staf atau karywan kadang-kadang kurang begitu berkenan bila diperlakukan dengan
tegas, sedangkan orang lain kurang bisa menyenangi apabila diperlakukan secara
tidak tegas. Ada juga orang yang memerlukan perlakuan yang simpatik dan
perlu dijelaskan sampai detail setiap penugasan yang diterimanya. Namun
kadang-kadang ada juga staf atau anggota organisasi yang cukup dijelaskan garis
besar saja, ia sudah memahami dan mengetahui arah penugasannya dengan baik.