Mutasim Billah Asim

Senin, 26 Desember 2016

Pemimpin Pendidikan Yang Efektif

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG EFEKTIF

            Kepemimpinan yang efektif memiliki peran yang menentukan terhadap kelangsungan hidup sebuah organisasi. Para sarjana memberikan penjelasan yang beragam tentang kepemimpinan yang efektif. Namun, terdapat prinsip pokok yang disepakati tentang kepemimpinan yang efektif yaitu sikap pemimpin yang mampu mempengaruhi orang lain (stafnya) untuk bekerja lebih keras dalam mengemban tugas dan tanggung jawab, sertya merubah prilaku anggota orgaisas sesuai dengan tujuan organisasi. kepemimpinan yang efektif dilihat dari hasil (output) yang diperoleh dari kegiatan sebua organisasi. Kriteria yang dijadikan ukuran penilaian kepemimpinan yang efektif adalah hasil kerjasama dan prestasi kelompok yang di pimpin. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya bias mempengaruhi bawahannya, tetapi bisa juga menajamin bahwa para stafnya bekerja dengan seluruh kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.

Syahrizal (2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan yang efektif dapat diidentifikasikan dengan sejumlah kemampuan pemimpin untuk melakukan koordinasi, pemecahana konflik, membangun komunikasi, memotivasi dan menggerakkan karyawan untuk meningkatkan produktifitasnya, pembinaan staf dan perwujudan kesejahteraan anggota organisasi. kemampuan ini merupakan modal bagi seorang pemimpin, dalam mewujudkan tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang efektif akan mewujudkan kemampuannya secara simultan dan berkesinambungan dalam menjalankan roda organisasi.

1.      Kemampuan Melakukan Koordinasi
Kemampuan pemimpin menggunakan sumber daya secara maksimal dan menciptakan system kerja optimal, akan menentukan tinggi rendahnya aktivitas dan produktivitas karyawan. Peran pemimpin sangat strategis dalam peningkatan produktivitas, yaitu dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan fungsi-fungsi manajemen, menciptakan system kerja dan pembagian kerja, menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat, serta menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Aktivitas untuk mewujudan sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, seringkali menghadapi berbagai kesulitan. Segala penghalang dan rintangan harus diatasi, dan kemajuan yang telah dicapai harus dipertahankan. Oleh karena itu, para staf atau karyawan harus dirangsang dan didorong oleh pemimpinnya agar melaksanakan pekerjaan mereka sebaik mungkin.  Merekalah yang bila ditinjau dari segi organisasi merupakan unsur penting yang bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional organisasi. sedangkan kelompok lain berupa kelompok pemimpin, tugasnya bukanlah melakukan kegiatan-kegiatan operasional, melainkan melakukan kegiatan-kegiatan penunjang dalam organisasi. meskipun demikian, para kelompok pemimpinlah yang bertugas menjaga agar organisasi dapat berjalan dengan lancar. Kelompok yang terkahir ini pula yang bertanggung jawab menciptakan mekanisme kerja sama yang harmonis antar sesama anggota organisasi.

Pengelompokan karyawan dalam organisasi bukanlah berarti menonjolkan peran kelompok yang satu dan mengecilkan arti kelompok yang lain, melainkan agar terciptanya pembagian tugas yang akan mempermudah pencapaian tujuan organisasi. untuk itu, perlu dijaga hubungan antara pimpinan dengan staf, yang mana hubungan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari. Pandangan pemimpin terhadap keryawan, pelibatan karyawan dalam penentuan kebijakan organisasi, pemenuhan hak-hak karyawan, dan penghargaan terhadap keryawan merupakan sebagian faktor yang akan merangsang dan meningkatkan kinerja karyawan.

Pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, dan tidak meremehkan atau melebihkan pekerjaan pimpinan pada unit atau bagian yang lain. Untuk menghindari hal itu perlu adanya koordinasi antar lini dan antar pimpinan. Tujuan dari koordinasi adalah untuk melakukan singkronisasi pekerjaan dari tiap-tiap unit kerja. Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam pencapaian tujuan bersama. Dengan kata lain, koordinasi merupakan proses yang mengatur pembagian kerja antar individu atau antar kelompok dalam suatu organisasi. Melalui koordinasi, kegiatan organisasi dapat dijalankan secara efektif dan efisien.

Syahrizal (2008), Langkah yang dilakukan untuk menjamin suatu rencana dan tindakan terkoordinasi dengan baik adalah:
1.              Melakukan rapat sebagai langkah awal untuk mengadakan integritas pekerjaan dari setiap karyawan.

2.              Mengumpulkan laporan atas pelaksanaan kebijakan pimpinan yang telah digariskan .

3.              Melakukan kunjungan untuk melihat secara langsung dan memberikan petunjuk-petunjuk secara langsung pula dengan pedoman yang telah digariskan.

4.              Memelihara hbungan dalam berbagai bentuk demi meningkatkan keserasian kerja.


2.      Kemampuan Penyelesaian Konflik
Secara sederhana, konflik dimaknai dengan perbedaan atau pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau antara kelompok dengan kelompok atau antara kelompok dengan seseorang. Konflik dapat saja terjadi dalam suatu kelompok atau dalam suatu organisasi yang memiliki tujuan yang sama. Konflik dalam organisasi sering terjadi, dimana salah satu pihak atau pihak kedua merasa dirugikan atau tidak dihargai. Konflik dalam organisasi membawa pengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi., baik bersifat positif maupun negatif. Sebagai contoh, dalam suatu perusahaan persaingan sehat dapat menimbulkan efek positif dan negatif, tetapi bila persaingan tersebut sudah melampaui batas, maka akan menyebabkan persaingan yang tidak sehat, yang mana dapat menimbulkan efek negatif. Efek positif dapat meningkatkan produktivitas organisasi, sedangkan efek negatif dapat merusak kinerja organisasi.

Dengan mengetahui, kedua dampak tersebut di atas, maka seorang pemimpin dapat mencegah kemungkinan timbulnya konflik yang merugikan suatu organisasi atau perusahaan. Suatu konflik dapat terjadi, karena masing-masing pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan. Kerugian ini bukan hanya bersifat material, tetapi juga dapat bersifat non material. Untuk mencegah terjadinya konflik, seorang pemimpin harus mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu konflik. Sebab-sebab tersebut dapat berupa perbedaan pendapat, salah paham, salah satu pihak merasa dirugikan atau munculnya perasaan yang terlalu sensitif.

Dalam penyelesaian konflik dan upaya mengembalikan situasi kondusif suatu organisasi, maka pemimpin harus membangun komunikasi yang baik antar karyawan.komunikasi ini sangatlah dibutuhkan, karena tugas seorang pemimpin adalah mengatur kegiatan staf secara langsung. Tanggung jawab pemimpin adalah membawa stafnya ketingkat efektivitas kinerja yang maksimum dan bila komunikasi tidak terjalin dengan baik dalam organisasi, maka harapan ini tidak akan terwujud. Seorang pemimpin tidak perlu merasa malu untuk menegur anggota organisasinya terlebih dahulu dan mereka akan merasa senang bila diajak  berkomunikasi secara langsung oleh pimpinan organisasi di mana mereka bekerja.

Dalam rangka mendekati anggota organisasi melalui ini, maka yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin adalah mengamati keinginan karyawan, menunjukkan perhatian atau keterlibatan pimpinan dalam suatu permasalahan yang dihadapi anggota organisasi. Dengan pendekatan ini, pemimpin akan mendapatkan acuan bekerja optimal dan pemimpin akan mendapatkan kepuasan serta keuntungan yang lebih besar dalam hubungan organisasi.

3.      Kemampuan Membangun Komunikasi
Komunikasi yang dibangun dalam suatu organisasi adalah komunikasi dialogis baik antar anggota organisasi, antara atasan dengan bawahan maupun antar sesama lini dalam suatu organisasi. komunikasi antara atasan dan bawahan dapat berbentuk penyampaian informasi ataupun instruksi. Komunikasi yang dibangun dalam suatu organisasi amat penting perannya, karena ketidaklancaran komunikasi akan sangat tidak menguntungkan efisiensi kerja organisasi. akibat tidak efektifnya komunikasi akan banyak membuang waktu yang tersita sia-sia, pemborosan kertas, perbaikan yang tidak perlu karena informasi yang salah, kekeliruan bawahan dalam melaksanakan perintah, atau kurangnya pengertian anggota organisasi terhadap instruksi yang diberikan seorang pemimpin. Oleh sebab itu, pemimpin harus mempelajari, memperhatikan, mencari cara, atau membangun system agar komunikasi dapat berjalan dengan cara efektif dan efisien. Sering kali dijumpai para pimpinan tidak segan-segan mengulang atau menerangkan maksudnya sejelas mungkin agar tidak disalahtafsirkan oleh bawahannya.

Nawawi (1999), dalam komunikasi efektif dan dialogis seorang pemimpin tidak selalu memimpin percakapan, tanpa memberikan kesempatan kepada pihak lain. Pada waktu-waktu tertentu seorang pemimpin juga dituntut mengorbankan kesempatan dirinya untuk menjadi pendengar yang baik, dan dalam hal tertentu pula pemimpin hanya mengungkapkan suatu infomasi sebagai pemancing saja, agar terjadinya komunikasi yang baik. Bagi organisasi atau perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kepada nasabah atau masyarakat seperti bank, maka perlu diingat bahwa komunikasi yang efektif menjadi amat penting dan menentukan keberlangsungan hidup suatu perusahaan jasa.

Perlu juga diperhatikan bagi seorang pemimpin, bahwa komunikasinya dengan anggota organisasi merupakan pendorong bagi mereka dalam menjalankan tugas sehari-hari. Komunkasi yang tidak baik atau kurang jelas, mungkin amat sulit bagi seorang pemimpin untuk mengetahui sejah mana kemampuan dan kinerja anggota organisasi yang dipimpinnya. Demikian pula anggota organisasi, tidak dapat mengetahui apa yang harus dikerjakannya dan untuk apa ia melakukan pekerjaan dalam suatu oraganisasi. Akibat lain dari komunikasi tidak efektif, adalah turunnya minat anggota organisasi terhadap pekerjaan, rendahnya moral kerja, rendahnya tingkat produktivitas.

4.      Kemampuan Memotivsai dan Menggerakkan Staf
            Setiap  tindakan manusia mempunyai motivasi dan tujuan, baik disadari, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dengan pekerjaan dalam suatu organisasi atau pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam suatu perusahaan, tentu tidak terlepas dari motivasi dan tujuan. Motivasi dan tujuan organisasi melakukan pekerjaannya dapat berupa : mengharapkan penghasilan/ gaji, kepuasan pribadi atas hasil karyanya, peningkatan status dan promosi, penghargaan dari karyawan sejawat, penghargaan dari atasan, pengormatan dari keluarga dan lain lain. Anggota tidak hanya mengejar penghasilan saja, tetapi juga mengharapkan bahwa dalam bekerja dia dapat diterima (acceptable) dan dihargai oleh sesama anggota organisasi. Seorang anggota organisasi akan lebih berbahagia, bila ia dapat menerima atau membantu anggota organisasi lain yang membutuhkan bantuannya dalam menjalankan tugas sehari-hari.

            Syahrizal (2008) Motivasi berarti dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan kegiatannya baik dalam organisasi maupun di luar organisasi. Dalam konteks ini, motivasi adalah kemauan kerja anggota organisasi yang timbul, karena adanya dorongan dari dalam pribadi mereka. Motivasi lahir sebagai hasil integrasi keseluruhan kebutuhan pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan pengaruh lingkungan sosial. Kekuatan motivasi sangat tergantung pada proses pengintegrasian kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian motivasi kerja merupakan gejala kejiwaan yang bersifat dinamis, majemuk dan spesifik untuk masing-masing anggota organisasi. Oleh karenanya, seorang pemimpin harus peka terhadap gejala kejiwaan dan faktor psikis anggota organisasi. Hal ini amat penting bagi pemimpin dalam memberikan motivasi yang positif kepada anggota organisasinya.

Keberadaan manusia dalam organisasi memegang peranan sentral, karena pada manusialah terletak motivasi kerja dan produktivitas kerja suatu organisasi. Oleh karenanya, setiap pemimpin tidak hanya memikirkan peningkatan skill karyawan melalui program pendidikan dan pelatihan, melalui konsep “how to increase income” dari suatu organisasi. pemimpin juga harus memikirkan “how to increase mental”, yaitu bagaimana meningkatkan mentalitas, dedikasi dan kesadaran anggota organisasi terhadap kewajiban dan tanggung jawabnya. Dedikasi dan loyalitas anggota organisasi perlu ditumbuhkan, sehingga mereka mempunyai sesuatu suatu perasaan atau dalam istilah studi organisasi dikenal dengan “sense of belonging” yaitu, perasaan atau kesadaran memiliki. Kesadaran memiliki dapat dibangun oleh seorang pemimpin dengan mengadakan pertemuan persuasif dan pengarahan secara berkala terhadap anggota organisasi mengenai keadaan organisasi, kebijakan yang telah di tempuh, dan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Bila hal ini dikemukakan secara trasnparan oleh seorang pemimpin, maka anggota organisasi akan berusaha menyumbangkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk tujuan organisasi.

Perhatian pemimpin kepada anggota organisasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan dalam pencapaian tujuan dari suatu organisasi. Demikian pula dalam suatu perusahaan, seorang pemimpin harus mempunyai suatu pendekatan kepada para keryawannya, agar mereka bersedia bekerja dengan baik, Sehingga menunjang keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu para pemimpin dituntut memiliki kemampuan memberikan dorongan atau motivasi kepada karyawan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja organisasi. Pemimpin yang memiliki kemampuan ini, akan mampu mempengaruhi anggota organisasi untuk melaksanakan kewajiban dan tangung jawabnya dengan baik.

5.      Kemampuan Membina Staf
            Dalam hal mengelola dan membina anggota organisasi baik pada instansi pemerintah maupun swasta cenderung menganut pola paternalisme. Pemerintah merasa berperan sebagai orang tua yang wajib melindungi dan mengayomi anggota organisasi sebagi anak asuhnya. Pimpinan merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan pegawai atau karyawannya. oleh karena itu sangat logis, jika pada taraf tertentu seorang pemimpin menuntut loyalitas yang tinggi dari anggota organisasinya seperti lazim terjadi dalam hubungan antara orang tua dan anak. Praktik demikian telah mendorong para pemimpin untuk memanfaatkan pola kepemimpinan otoriter dalam menjalankan roda organiasi. Pola kepemimpinan yang demikian tidak akan memberikan kesempatan bagi pengembangan karir anggota organisasi, dan bahkan justru akan menghambat proses pengembangan dan pembinaan anggota organisasi. Pengelolaan anggota organisasi secara otoriter akan memadamkan kreativitas, inisiatif, semangat kerja, dan bahkan akan mempersulit proses komunikasi dan hubungan kerja. Motivasi kerja anggota organisasi akan hilang, dan sikap apatisme akan muncul dari kalangan anggota organisasi.

            Untuk mengatasi hal tersebut, banyak alternatif yang bisa dilakukan, namun belum tentu dapat memberikan hasil yang memuaskan, karena terdapat perbedaan karakteristik staf antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Selama ini banyak pola pendidikan dan pembinaan anggota organisasi yang telah diterapkan, namun sedikit sekali yang membawa dampak positif bagi kebutuhan dan kepentingan organisasi.Dalam era teknologi, setiap organisasi dituntut untuk segera mempersiapakan tenaga-tenaga handal dan profesional. Para pemimpin dituntut berperan aktif dalam pembinaan anggota organisasinya, karena organisasilah yang mengetahui secara detail, kualifikasi  anggota yang dibutuhkan.

            Pembinaan anggota organisasi tidak cukup hanya dilakukan dengan pengiriman pegawai mengikuti kursus, seminar, lokakarya baik dalam maupun luar negeri. Pembinaan pada dasarnya lebih luas ruang lingkup dan jangkauannya,  bukan hanya beruupa program-program pendidikan klasikal tetapi termasuk didalamnya program non klasikal. Pendidikan informal, penempatan anggota sesuai dengan kapasitasnya, pengarahan dan bimbingan pimpinan yang teratur dan jelas termasuk pembinaan anggota organisasi yang sangat dibutuhkan. tingkah laku pimpinan organisasi merupakan teladan dan contoh bagi anggota organisasi dalam menjalankan tugasnya. Namun, apa yang kita temukan dalam kenyataan bukanlah demikian. Seringkali seorang pemimpin berpendapat, lakukan apa yang saya katakan, dan bukan apa yang saya lakukan. Hal seperti ini secara tidak langsung berpengaruh negatif dalam pembinaan anggota organisasi.
Bimbingan langsung dari pimpinan sangat menentukan kematangan sebuah pembinaan anggota organisasi, karena bimbingan pimpinan menjadi panduan bagi anggota organisasi dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Banyak hal yang bisa dilakukan pimpinan dalam pembinaan anggota organisasi. Dalam proses pendelegasian wewenang misalnya, wakil pimpinan secara nyata dapat membantu pembinaan anggota organisasi. Agaknya hal-hal seperti ini kurang di sadari oleh banyak pihak. Pendelegasian wewenang praktis jarang dilakukan secara jelas. seorang anggota organisasi diwajibkan bertanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan, namun dalam kenyataannya pimpinan tetap tidak memberikan otoritas kongkrit kepada anggota organisasi. Pelimpahan wewenang kerap kali dijumpai tidak diberikan sepenuhnya oleh pimpinan kepada anggota organisasi. Hal ini  malah mempersulit calon-calon pemimpin untuk masa yang akan datang.

6.      Kemampuan Membina Hubungan Kerja
            Langkah pertama untuk menjalin hubungan kerja yang baik adalah seorang pemimpin harus terlebih dahulu mengenal anggota organisasi dengan sebaik baiknya. Pengenalan terhadap staf atau anggota organisasi dilakukan terhadap dimensi kehidupan, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masayrakat. Seorang pemimpin bisa saja mengenal pribadi stafnya melalui berbagai pendekatan. Pengenalan terhadap kehidupan seseorang perlu dilakukan mengingat setiap anggota organisasi pada dasarnya ingin dihargai dan dihormati baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghargaan tersebut bisa dilihat dari adanya keinginan untuk diajak berperan serta dalam lingkungan pekerjaan. Dengan demikian, apabila seseoang dalam lingkungan kerjanya tidak diangggap sebagai kawan, apalagi oleh atasannya dimana ia bekerja, maka hal ini akan menmbulkan perasaan tidak nyaman dan lambat laun dapat menimbulkan frustasi. Kondisi ini akan semakin memperburuk suasana kerja, bila keikutsertaan seseorang dalam berbagai kegiatan tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan pandangannya. Keberadaan seseorang anggota organisasi hanyalah sebagai robot yang selalu di dikte oleh atasannya. Akibatnya, organisasi akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan dan membina hubungan yang baik antar sesama anggota organisasi.

            Bila seorang pemimpin mengenal staf atau anggota organisasi dengan baik, serta menyadari berbagai tingkah laku dan sikap yang dimiliki oleh anggota organisasi, maka hal tersebut akan membantu pimpinan dalam melakuakan perubahan komunikasi, sehingga akan terjalin komuniksai yang efektif antara seorang pemimpin dengan anggota organisasi. Komunikasi yang efektif akan menentukan keberhasilan hubungan kerja dalam suatu organisasi.

            Dalam memanajemen organisasi, seorang pemimpin harus memahamai bahwa hubungan kerja dengan setaip anggota organisasi menuntuk pendekatan yang berbeda antara satu sama lain. Mungkin saja pendekatan untuk berkomunikasi dengan si A dianggap cukup baik, tetapi cara ini belum tentu dapat diterapkan untuk berkomunikasi dengan anggota organisasi lainnya. Sebab setiap orang memiliki kepribadian dan pola kebiasaaan yang berbeda satu sama lain. seorang staf atau karywan kadang-kadang kurang begitu berkenan bila diperlakukan dengan tegas, sedangkan orang lain kurang bisa menyenangi apabila diperlakukan secara tidak tegas. Ada juga orang yang memerlukan perlakuan yang simpatik dan perlu dijelaskan sampai detail setiap penugasan yang diterimanya. Namun kadang-kadang ada juga staf atau anggota organisasi yang cukup dijelaskan garis besar saja, ia sudah memahami dan mengetahui arah penugasannya dengan baik.
Read more ...

Kepala Sekolah Sebagai Administrator

A.      KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR
Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan bertangung jawab terhadap kelancaran palaksanaan pendidikan dan pangajaran di sekolahnya. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkanaan dengan fungsinya sebagai administrator pendidikan.
      Dalam setiap kegiatan administrasi mengandung di dalamnya fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan, dan kepegawaian.
1.    Perencanaan (planning)
Salah satu fungsi utama dan pertama yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah adalah membuat atau menyusun perencanaan. Perencaan merupakan salah satu syarat bagi setiap organisasi atau lembaga dan bagis etiap kegiatan, baik perorangan maupun kelompok. Tanpa perencanaa (Planning), pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahakan mungkin kegagalan. Oleh karena itu setiap kepala sekolah paling tidak harus membuat rencana tahunan. Setiap tahun, menjelang dimulainya tahun ajaran baru, kepala sekolah hendaknya sudah siap menyusun rencana yang akan dilaksanakan untuk tahun ajaran berikutnya, Sesuai dengan ruang lingkup  administrasi sekolah, maka rencana atau program tahunan hendaklah mencakup bidang-bidang seperti berikut:
a.       Program Pengajaran
b.      Kesiswaan atau kemuridan
c.       Kepegawaian
d.      Keuangan
e.       Perlengkapan

2.    Pengorganisasian
Oragnisasi merupakan fungsi administrasi dan manajemen yang penting pula di samping perencanaan. Di samping sebagai alat, organisasi dapat pula dipandang sebagai wadah atau struktur dan sebagai proses.
Sebagai wadah, organisasi merupakan tempat kegiatan-kegitatan administrasi itu dilaksanakan. Dan jika dipandang sebagai proses, maka organisasi merupakan kegiatan-kegiatan atau menyusun dan menetapkan hubungan-hubungan kerja antar personel. Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan perlu menyusun organisasi sekolah yang dipimpinnya, dan melaksanakan pembagian tugas serta wewenangnya kepada guru-guru dan pegawai sekolah sesuai dengan struktur organisasi sekolah yang telah disusun dan disepakati bersama.

3.      Pengkoordinasian
Ada bermacam-macam tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang, seperti tergambar didalam struktur organisasi sekolah, memerlukan adanya koordinasi serta pengarahan dari pimpinan sekolah. Adanya koordinasi yang baik dan berkelanjutan dapat memungkinkan semua bagian atau personel bekerja sama dan saling membantu ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan.

4.      Kepegawaian
Dalam pengelolaan kepegawaian mencakup di dalamnya penerimaan dan penempatan guru dan atau pegawai sekolah, pembagian tugas pekerjaan guru dan pegawai sekolah, usaha kesejahteraan guru dan pegawai sekolah, mutasi dan promosi guru dan pegawai sekolah, dsb.

Read more ...

Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin dan Supervisor Pendidikan

Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin dan Supervisor Pendidikan

A. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin (leader)

Menurut Koontz, O’Donnel dan Weihrich dalam bukunya Management, menyatakan bahwa kepemimpinan secara umum merupakan pengaruh, seni, atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga mereka dengan penuh kemauan berusaha ke arah tercapainya tujuan organisasi. Sehingga berdasarkan uraian definisi kepemimpinan diatas, maka kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu, antara lain:

1.    Mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing.
2.    Memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf, dan para siswa serta memberikan dorongan memacu untuk maju serta memberkan ispirasi sekolah dalam mencapai tujuan.

Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Kualitas kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap terbentuknya semangat kerja, kerja sama yang harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja yang menyenangkan, dan perkembangan mutu profesional diantara para guru.

Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.

Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai berikut :
(1) jujur;
(2) percaya diri;
(3) tanggung jawab;
(4) berani mengambil resiko dan keputusan;
(5) berjiwa besar;
(6) emosi yang stabil, dan
(7) teladan.

Mahmud Yunus dalam bukunya pokok-pokok pendidikan dan pengajaran, menyatakan bahwa seorang kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus memenuhi sifat-sifat antara lain: Memiliki khayalan cipta, percaya kepada para pegawainya untuk melaksanakan tugasnya, suka bekerja, bijaksana, berpikir cepat, tegas dan lapang dada serta berpengetahuan luas.

 Adapun karakter pemimpin secara teoritis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Tipe pemimpin yang otoriter, yang menjadi sebagai penguasa tunggal atau penentu yang tidak dapat digangu gugat keputusannya, dengan menggunakan ancaman dan hukuman sebaga alat menjalankan kepemimpinanya.

2. Tipe kepemimpinan Laissez-Faire, yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk mengambil keputusan secara perseorangan, namun yang demikian ini akan menmbulkan sasaran kerja yang smpang siur, seorang pemimpin hanya berfungsi sebagai pelayan para anggotanya saja.

3. Tipe kepemimpinan demokratis, yaitu menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin atas landasan saling menghargai dan saling menghormati. Kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan yang aktif, terarah dan dinamis, yang berusaha memanfaatkan anggota untuk kepentingan dan kemajuan organisasi.

Menghadapi kompleksitas pada jalur sekolah, diperlukan personal yang mempunyai kemampuan untuk meninimalkan kompleksitas masalah. Salah satu komponen personal yang menjadi tumpuan sekolah adalah kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan,

(a) memandang bahwa sumber daya yang ada guna menyediakan dorongan memadai bagi guru-guru,

(b) mencurahkan banyak waktu untuk pengolahan dan koordinasi proses belajar mengajar, dan

(c) berkomunikasi secara teratur dengan staf, orang tua, siswa dan anggota masyarakat di sekitarnya.

Pengelolaan sekolah pada dasarnya, proses manajemen yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan berkesinambungan. Secara umum proses tersebut, berkenaan dengan pembangunan sekolah, keuangan sekolah, personal sekolah, fasilitas dan proses belajar mengajar. Keseluruhan aspek itu, hakikatnya sangat ditentukan oleh karakteristik kemampuan kepemimpinan, komunikasi internal dan eksternal dalam mencapai tujuan sekolah.

B. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Pendidikan

Supervisi merupakan aktivitas menentukan kondisi/ syareat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Orientasi supervisi dapat dikatakan sebagai proses pembantuan. Dengan kata lain, pembatuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Supervisi tertuju pada perkembangan guru-guru dan personel sekolah lainnya dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini supervisi dapat dilakukan melalui dorongan, bimbingan dan pemberian kesempatan.

Dengan kata lain, supervisi adalah: suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.

Meskipun tujuan akhir dari pemberian supervisi adalah tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan adalah bantuan kepada guru. Karena guru adalah pelaksana pendidikan.

Supervisi memiliki tujuan-tujuan yaitu: Mengadakan perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total. Dalam hal ini supervisor bukan hanya memperbaiki mutu guru, namun juga membina pertumbuhan profesi keguruan seperti pengadaan fasilitas, peningkatan mutu, pemberian bimbingan, pemilihan alat dan metode pengajaran, prosedur teknik evaluasi dsb. Secara ringkasnya tujuan supervisi adalah sebagai berikut :

1.      Meningkatkan kinerja / mutu guru.
2.      Meningkatkan keefektifan kurikulum.
3.      Meningkatkan keefektifan sarana prasarana.
4.      Meningkatkan kualtas pengelolaan sekolah.
5.      Meningkatkan situasi sekolah.

 Dalam sebuah lembaga pendidikan, untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.

Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.

Pelaksanaan supervisi merupakan tugas kepala sekolah untuk melakukan pengawasan terhadap guru-guru dan pegawai sekolahnya. Kegiatan ini mencakup penelitian, penentuan berbagai kebijakan yang diperlukan, pemberian jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi oleh seluruh pegawainya.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah sebagai supervisor, antara lain:

1. Pembinaan Guru

Guru sebagai pelaksana kurikulum harus mendapatkan bimbingan dari kepala sekolah, sehingga guru mampu melaksanakan kurikulum dengan baik. Maka sebagai supervisor yang mengadakan pembinaan terhadap guru, kepala sekolah dituntut harus memiliki sikap diantaranya; memiliki jiwa kepemimpinan, mengenal keadaan guru dan pegawai lainnya, membangkitkan semangat mereka dalam bertugas, memberikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk mengembangkan kariernya dan menciptakan rasa kekeluargaan diantara mereka. Kepala sekolah dituntut harus memadukan semangat kerja para guru agar menjadi satu kesatuan yang dinamis dalam melaksanakan tugasnya d sekolah. Selain itu juga kepala sekolah harus mampu meniadakan pertentangan individual atau kelompok dikalangan guru serta mengembangkan integritas kepribadian, kegotong-royongan dan semangat juang yang tangguh.

2. Pembagian Tugas Kepada Guru

Dalam pembagian tugas kepada guru, kepala sekolah harus terlebih dahulu mengetahui jumlah tenaga guru yang ada. Setelah itu pembagian dapat dilakukan sesuai efektifitas dan efisensi sekolah tersebut. Kepala sekolah dapat melakukan berdasarkan beberapa sistem; sistem guru kelas, sistem bidang studi dan sistem campuran.

Read more ...

Kepala Sekolah Sebagai Manager

Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu sekolah sangat ditentukan oleh kualitas kepala sekolah terutama dalam  kemampuannya memberdayakan guru dan karyawan ke arah suasana kerja yang kondusif. Kepala sekolah memiliki peran dan tanggung jawab sebagai manajer kantor yaitu diantaranya mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya. Kepala sekolah yang mampu memerankan dirinya secara efektif dan efisien dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi terwujudnya kualitas atau mutu sekolah. Oleh karena itu, seseorang yang akan diangkat menjadi kepala sekolah wajib memenuhi Standar Kualifikasi dan Standar Kompetensi Kepala Sekolah sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan menteri. Permen tersebut merupakan suatu kemajuan positif dalam upaya mencari dan menetapkan figur pengelola sekolah yang bermutu. Namun dalam rangka profesionalisasi jabatan kepala sekolah menuju terwujudnya kepala sekolah yang mampu mengemban dan mengembangkan tugas dan fungsinya terlihat masih belum sepenuhnya akan dapat diwujudkan.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA SEKOLAH
SEBAGAI MANAGER KANTOR

Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Meskipun sebagai guru yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah merupakan orang yang paling betanggung jawab terhadap aplikasi prinsip-prinsip administrasi pendidikan yang inovatif di sekolah. Sebagai orang yang mendapat tugas tambahan berarti tugas pokok kepala sekolah tersebut adalah guru yaitu sebagai tenaga pengajar dan pendidik,di sini berarti dalam suatu sekolah seorang kepala sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru yang melaksanakan atau memberikan pelajaran atau mengajar bidang studi tertentu atau memberikan bimbingan. Berarti kepala sekolah menduduki dua fungsi yaitu sebagai  tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.
Beralih ke konsep manajerial, manajerial merupakan kata sifat yang berhubungan dengan kepemimpinan dan pengelolaan. Dalam banyak kepustakaan, kata manajerial sering disebut sebagai asal kata dari management yang berarti melatih kuda atau secara harfiah diartikan sebagai to handle yang berarti mengurus, menangani, atau mengendalikan. Sedangkan, management merupakan kata benda yang dapat berarti pengelolaan, tata pimpinan atau ketatalaksanaan. Pada prinsipnya pengertian manajemen mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: ada tujuan yang ingin dicapai; sebagai perpaduan ilmu dan seni; merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, koperatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya; ada dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam suatu organisasi; didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab; mencakup beberapa fungsi; merupakan alat untuk mencapai tujuan. Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya yang ada mempunyai empat fungsi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Berkaitan dengan hal tersebut tugas dan tanggung jawab kepala sekolah adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan sekolah, yang meliputi bidang proses belajar mengajar, administrasi kantor, administrasi siswa, administrasi pegawai, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi perpustakaan, dan administrasi hubungan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam rangka mencapai tujuan organisasional, kepala sekolah pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.
Fungsi dan tugas kepala sekolah yang diatur dengan Kepmendikbud No. 0489/U/1992 untuk SMU dan Kepmendikbud No.054/U/1993 untuk SLTP misalnya, seorang kepala sekolah mempunyai tugas :
(a) menyelenggarakan kegiatan pendidikan;
(b) membina kesiswaan;
(c) melaksanakan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya;
(d) menyelenggarakan administrasi sekolah:
(e) merencanakan pengembangan, pendayagunaan, dan pemeliharaan sarana prasarana;
(f) melaksanakan hubungan sekolah dengan lingkungan, orang tua dan / masyarakat.
Kepala sekolah dalam jabatannya itu berfungsi sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor. Namun yang akan di bahas yaitu dalam bidang Manajer Kantor, Kepala sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu sebagai berikut:
Kepala sekolah bekerja dengan, dan melalui orang lain, pengertian orang lain tidak lain hanya para guru, staf, siswa, dan orang tua siswa, melainkan termasuk atasan kepala sekolah, para kepala sekolah lain serta pihak-pihak yang perlu berhubungan dan bekerja sama.
Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan, keberhasilan dan kegagalan bawahan adalah suatu cerminan langsung keberhasilan atau kegagalan kepala sekolah.
Dengan waktu dan sumber yang terbatas kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan, dengan segala keterbatasan kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian TUGAS secara tepat.
Kepala sekolah harus berfikir secara analistik dan konsepsional, fungsi ini berarti kepala sekolah harus dapat memecahkan persoalan melalui suatu analisis, kemudian menyelasaikan persoalan dengan suatu solusi yang  feasible.
Kepala sekolah sebagai juru penengah, dalam lingkungan sekolah sebagi suatu organisasi, didalamnya terdiri manusia yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda; perangai keinginan, pendidikan dan latar belakang sosial. Sehingga memungkinkan terjadi perselisihan, di sini kepala sekolah harus turun tangan sebagai pelerai atau penengah.
Kepala sekolah sebagai seorang politisi, sebagai seorang politisi, berarti bahwa kepala sekolah harus selalu berusaha meningkatkan tujuan organisasi serta mengembangkan program jauh ke depan.
Kepala sekolah adalah seorang diplomat, dalam peranan sebagai diplomat dalam berbagai macam pertemuan kepala sekolah adalah wakil resmi dari sekolah yang dipimpinya.
Pengambil keputusan yang sulit, apabila terjadi kesulitan-kesulitan seperi: dana, persolan pegawai, perbedaan pendapat maka kepala sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai manajer kantor, seorang kepala sekolah harus memiliki 3 keterampilan, yaitu:
1.    Technical skills
Menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik melakukan kegiatan khusus.
Kemampuan untuk memanfaatkan serta medayagunakan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan khusus tersebut.
2.    Human skills
1. Kemampuan dalam memahami perilaku manusia dalam proses   kerjasama.
2. Kemampuan dalam memahami isi hati, sikap dan motif orang lain.
3. Kemampuan berkomunikasi secara jelas dan efektif.
4. Kemampuan menciptakan kerja sama yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis.
5. Mampu berperilaku yang dapat diterima masyarakat.
3.    Conseptual skills
1. Kemampuan analisis.
2. Kemampuan berfikir rasional.
3. Ahli dan cakap dalam berbagai macam konsepsi.
4. Mampu menganalisis berbagai macam kejadian.
5. Mampu mengantisipasikan berbagai perintah.
6. Mampu mengenali berbagai macam kesempatan dan problem-problem   
    sosial.

Selain kemampuan diatas seorang kepala sekolah harus mampu menimbulkan semangat bagi semua staf, guru dan siswa dalam pencapaian tujuan yag telah ditetapkan serta kepala sekolah juga harus mampu memberi saran dan masukan.
Read more ...

Manajemen Berbasis Sekolah MBS

A.    Landasan Manajemen Berbasis Sekolah

1.      Landasan Filosofis

Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional.

Artinya, pelayanan pendidikan tidak dapat dihindarkan dari batas-batas tanggung jawab mengingat masing-masing mempunyai posisi dan keterbatasan. Keluarga dalam arti biologis merupakan orang tua langsung (ibu dan bapak), mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pendidikan kepada anak – anaknya di rumah tangga, dari mulai hal yang bersifat sederhana dan pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat. Tugas dan wewenang ini, bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang bertanggung jawab. Akan tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai keterbatasan dalam pelayanan pendidikan yang bersifat normatif dan terukur, baik yang bersifat keilmuan maupun keterampilan tertentu. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan anaknya, maka orang tua mempercayakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.

Konsekuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan dan kemanusiaan.

Landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat (dalam modul UT) diantaranya:

a.    Pendidikan nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai–nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama.
MBS merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi pendidikan nilai. Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat penting untuk menumbuhkembangkan tanggung jawab bersama di dalam kehidupan suatu masyarakat (baik secara lokal, nasional, regional, global). Nilai-nilai spiritual diperlukan untuk menyempurnakan kesejahteraan manusia di dunia dan alam sesudahnya sehingga kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin dalam nilai sosial budaya setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model pakaian, dan seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah sebagai warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan. Kedua nilai tersebut membentuk budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya dapat dikembangkan melalui manajemen yang berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat. Manajemen berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat berupaya memperkuat jati diri peserta didik dengan nilai sosial budaya setempat, mensinergikannya dengan nilai-nilai kebangsaan serta nilai-nilai agama yang dianut.


b.    Kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.

Maksudnya adalah kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan. Tuntutan penerapan MBS semakin nyata seiring dengan perubahan karakteristik masyarakat. Perubahan dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, pertahanan, keamanan, secara nasional, regional, maupun global, mendorong adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki siswa. Artinya telah terjadi perubahan kebutuhan siswa sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat luas dimasa mendatang dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena itu, pelayanan terhadap siswa, program pengajaran, dan jasa yang diberikan kepada siswa juga harus sesuai dengan tuntutan baru tersebut. Secara umum perubahan lingkungan menuntut adanya pola kebiasaan dan tingkah laku baru oleh semua pihak. Untuk menyesuaikan keadaan tersebut dibutuhkan adanya reformasi dalam pendidikan, salah satunya dengan MBS.

2.      Landasan Yuridis

Dasar Hukum Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)yaitu:

a.    Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro. Aspek makro erat kaitannya dengan desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek meso berkaitan dengan kebijakan daerah provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.

b.    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat(school/ community based management)”.

c.    Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

d.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya yang terkait dengan MBS adalah Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1), ”pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”

e.    Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.

f.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (khususnya yang terkait dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3); “Badan hukum pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/ madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi”.


B.     Konsep Dasar MBS

1.        Pengertian

Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management merupakan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah yang dilakukan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah.

2.    Konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan demokratis.

a.    Otonomi
Merupakan kewenangan sekolah dalam mengatur dan mengurus kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan sekolah untuk menciptakan mutu pendidikan yang baik.
b.    Kemandirian
Merupakan langkah dalam pengambilan keputusan. Dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil kebijakan, memilih strategi dan metode dalam memecahkan persoalan tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik sehingga mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada.
c.    Demokratif
Merupakan keseluruhan elemen-elemen sekolah yang dilibatkan dalam menetapkan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah demi terciptanya mutu pendidikan yang akan memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen sekolah.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memahami Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diantaranya adalah:

a.    Pengkajian Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terutama yang menyangkut kekuatan desentralisasi, kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah, dalam system keputusan harus dikaitkan dengan program dan kemampuan dalam peningkatan kinerja sekolah.

b.    Penelitian tentang program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berkenaan dengan desentralisasi kekuasaan dan program peningkatan partisipasi (local stake holders).Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pemberdayaan sekolah, perlu dibangun dengan efektifitas programnya.

c.    Strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif. Kemampuan, informasi dan imbalan yang memadai merupakan elemen-elemen yang sangat menentukan efektifitas program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam meningkatkan kinerja sekolah.

3.      Esensi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.

Kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi danm berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.

Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, karyawan, siswa,orang tua, tokoh masyarakat) dkjorong untuk terlibatsecara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.

Pengambilan keputusan partisipasi berangkat dari asumsi bahwa jika seseorang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan merasa memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula dedikasinya.

Dengan pola MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu, sekolah juga mmiliki kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang brekepentingan dengan sekolah. Di sinilah letak ciri khas MBS.
Berdasarkan konsep dasar yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penyesuaian dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan-masa depan yang lebih bernuansa otonomi yang demokratis.Dimensi-dimensi perubahan pola manajemen dari yang lama menuju yang baru tersebut, dewasa ini secara konseptual maupun praktik tertera dalam MBS.

Perubahan dimensi pola manajemen pendidikan dari yang lama ke pola yang baru menuju MBS dapat digambarkan sebagai berikut:

Mengacu pada dimensi-dimensi tersebut, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan akan dilakukan secara partisipatif dengan mengikutsertakan peran masyarakat sebesar-besarnya. Selanjutnya, melalui penerapan MBS akan nampak karakteristik lainnya dari profil sekolah mandiri, di antaranya sebagai berikut:

a.         Pengelolaan sekolah akan lebih desentralistik
b.        Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar sekolah.
c.         Regulasi pendidkan menjadi lebih sederhana.
d.        Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi, dari mengarahkan menjadi memfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko.
e.         Akan mengalami peningkatan manajemen.
f.          Dalam bekerja, akan menggunakan team work.
g.         Pengelolaan informasi akan lebih mengarah ke semua kelompok kepentingan sekolah.
h.         Manajemen sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien.

4.        Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan kemandiriannya, maka:

a.         Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya.Dengan demikian sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.

b.        Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

c.         Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.

d.        Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.

e.         Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

f.          Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada masyarakat.

g.         Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang ingin dicapai.

Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian tinggi. Secara umum, sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.         Tingkat kemandirian tinggi sehingga tingkat ketergantungan menjadi rendah.
b.        Bersifat adaptif dan antisipatif memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko).
c.         Bertanggung jawab terhadap input manajemen dan sumber dayanya.
d.        Memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja.
e.         Komitmen yang tinggi pada dirinya.
f.          Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.

Selanjutnya dilihat dari sumber daya manusia sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.         Pekerjaan adalah miliknya
b.        Bertanggung jawab
c.         Memiliki kontribusi terhadap pekerjaannya
d.        Mengetahui posisi dirinya dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya
e.         Pekerjaan merupakan bagian hidupnya.

Dalam upaya menuju sekolah mandiri, terlebih dahulu kita perlu menciptakan sekolah yang efektif. Ciri sekolah yang efektif adalah sebagai berikut:

a.                     Visi dan misi yang jelas dan target mutu yang harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan secara lokal.

b.         Sekolah memiliki output yang selalu meningkat setiap tahun.
c.          Lingkungan sekolah aman, tertib, dan menyenangkan bagi warga   
             sekolah.
d.         Seluruh personil sekolah memiliki visi, misi, dan harapan yang tinggi
            untuk berprestasi secara optimal.
e.          Sekolah memiliki sistem evaluasi yang kontinyu dan
                   komprehensif terhadap berbagai aspek akademik dan non akademik.

5.      Faktor- faktor yang di perhatikan
Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) adalah bentuk alternative sekolah dari program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Faktor terpenting dalam penentu kinerja sekolah yaitu kurikulum. Tujuan kurikulum yang akan dicapai dalam jangka panjang dari kurikulum yang dirancang berdasar MBS yaitu:

a.       Penguasaan ketrampilan dasar dan proses fundamental
b.      Pengembangan intelektual
c.       Pendidikan karir & pendidikan vokasional
d.      Pemahaman interpersonal
e.       Moral & karakter etika
f.        Keadaan emosional dan fisik
g.       Kreativitas & ekspresi estetika
h.       Perwujudan diri.
i.         Proses belajar mengajar yang relevan


C.    Alasan Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Pertimbangan mengapa diadakan MBS, yaitu:

1.         Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yangberorientasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalumemusatkan pada masukan dan kurang memperhatikanproses pendidikan.

2.         Penyelengaraan pendidikan dilakukan secaras entralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.

3.         Peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peran serta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Ada beragam alasan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut Depdiknas (2007), sebagai berikut:

1.    Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih insiatif/ kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2.    Dengan pemberian fleksibilitas/ keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber dayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3.    Sekolah lebih mengetahui kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4.    Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5.    Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
6.    Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
7.    Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan akuntabilitas sekolah.
8.    Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9.    Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

Alasan-alasan diterapkannya MBS yang diungkapkan oleh Mulyasa (2009) antara lain:
1.    Adanya berbagai program pendidikan yang pengelolaannya terlalu kaku dan sentralistik sehingga tidak memberikan dampak positif.
2.    Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya.
3.    Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.
4.    Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
5.    Angka partisipasi pendidikan nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun.
Maka muncullah pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas yang disebut manajemen berbasis sekolah (MBS).

Alasan lain  diterapkannya MBS menurut Nurkolis, 2003 dalam http://edukasi.kompasiana.com yaitu:

1.    MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena alasan:
a.    Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
b.    Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

2.    Menurut Bank Dunia, alasan diterapkannya MBS:
a.    Alasan ekonomis
b.    Politis
c.    Profesional
d.    Efisiensi administrasi
e.    Finansial
f.      Prestasi siswa
g.    Akuntabilitas
h.    Evektivitas sekolah
Menurut Suryo Subroto, 2010 dalam http://edukasi.kompasiana.com menyatakan tentang alasan diterapkannya MBS, bahwa pendidikan merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota (Pasal 1 Ayat 2). Untuk dapat melaksanakan kewajiban ini secara bertanggung jawab dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penduduk daerah yang bersangkutan, maka diperlukan strategi pengelolaan pendidikan yang tepat dan mengedepankan kerja sama yang lebih dikenal dengan istilahcollaborative schoolmanagement yang selanjutnya menjadi model pengelolaan sekolah yang dinamakan school based management atau manajemen berbasis sekolah (MBS)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah adalah karena adanya berbagai program pendidikan yang pengelolaannya terlalu kaku dan sentralistik, pendidikan merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota, dan untuk dapat melaksanakan kewajiban ini, maka diperlukan strategi pengelolaan pendidikan yang tepat dan mengedepankan kerja sama, sekolah mempunyai otonomi atau wewenang untuk merencanakan, mengatur, mengambil keputusan, melaksanakan dan bertanggung jawab atas segala kegiatan yang ada di sekolah dan lingkungan sekolah dengan keterlibatan warga sekolah serta masyarakat sekitar sehingga sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan dapat tercapai, pada dasarnya sekolahlah yang lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, serta kebutuhannya termasuk dalam hal finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, keefektifan sekolah, keefisienan administrasi, profesionalitas, politis dan keekonomian.


Read more ...